“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah
kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini;
dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari
mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28)
Ada satu anekdot menarik yang masih saya ingat saat di pesantren
dulu. Alkisah hidup sepasang kakek dan nenek yang sudah sangat sepuh. Suatu
ketika tibalah hari milad sang nenek yang ke-69. Seperti biasa, sang kakek
menghadiahkan kado ulang tahun kepada sang nenek. Namun, kali ini hadiahnya
sungguh surprise. Bukan kado biasa. Kado tersebut berupa batu nisan bertuliskan
nama sang nenek beserta tanggal lahirnya. Spontan sang nenek kaget bukan main. “Jadi,
kakek mendoakan nenek cepat mati??”, tanya sang nenek. “Tentu saja tidak, Nek.
Supaya kita sama-sama ingat masa depan kita kelak. Bahwa kita berharap selalu
bersama di dunia dan akhirat nanti…”, jawab sang kakek sambil tersenyum.
Singkat cerita, tibalah setahun berikutnya di milad sang nenek yang ke-70. Dari
pagi sampai malam hari di tanggal tersebut, sang kakek tidak memberikan hadiah
kepada sang nenek. Tidak seperti biasanya. Sang nenek akhirnya menanyakan
kepada suami terkasihnya, “kok tumben kakek nggak ngasih nenek kado ulang
tahun?”. Singkat, sang kakek menjawab: “yang tahun lalu aja belum dipake….”
Pelajaran yang berharga dari anekdot tersebut adalah tentang visi
ke depan yang yang dilandasi semangat cinta dan kebersamaan. Dari situlah kita
memulai. “Start from the end” kalau kata seorang trainer. Ada dorongan kuat
untuk menggapai apa yang ada di masa depan. Begitu pula saat kita menyusuri
jalan dakwah ini. Sejak kita mengenal dakwah hingga kini kita masih dan
senantiasa memperjuangkannya, maka mari kita tanyakan kembali: “sudahkah kita
mengetahui apa tujuan dakwah ini?”
Setelah kita tahu untuk apa kita berada di jalan dakwah, ternyata
tidak cukup sampai di situ. Al Kahfi ayat 28 di atas adalah arahan strategis
dari Allah SWT kepada para aktifis dakwah tentang bagaimana seharusnya kita
agar tetap tegar di jalan dakwah. Arahan tersebut berupa satu kalimat perintah
dan dua kalimat larangan:
Pertama, perintah untuk bersabar membersamai saudara seperjuangan
dalam dakwah. Dalam kondisi apapun dan kapanpun saatnya. Siang ataupun malam.
Allah SWT memperjelas detail dimensi waktu dengan diksi “pagi dan senja hari”.
Berarti mewakili semua variabel waktu. Karena “pagi” merupakan peralihan dari
malam ke siang dan “senja” berarti transisi dari siang ke malam. Tak boleh ada
satu waktupun kita meninggalkan pejuang dakwah yang lain ataupun tertinggal
dari mereka. Terus bersabar walaupun begitu beragam karakter personal mereka.
Karena sekali lagi ini adalah kumpulan manusia, bukan malaikat. Tetap teguhkan
hati bergerak bersama mereka, karena kita telah memiliki kesamaan visi hanya
ridha Allah saja. Juga tak kalah penting bahwa proyek peradaban ini tidak bisa
sekali-kali dikerjakan sendiri. Mekanisme amal jama’i dan qiyadah wal jundiyah mensyaratkan
kita untuk tetap bersama dakwah dan jamaah ini. Karena kalau kita tidak bersama
mereka, maka kita tidak akan bersama yang lain.
Kedua, Allah SWT melarang kita terbelokkan arah dari garis
perjuangan ini. Kita diperintahkan fokus pada orientasi gerakan dengan segala
sarananya. “dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka…”. Juga perintah
agar tidak teralihkan kepada orang selain mereka yang punya kepentingan lain di
dakwah ini. Tetaplah membersamai ikhwah dalam dakwah. Merekalah sebaik-baik
teman. Bukan jamaah dakwah yang membutuhkan kita, namun sejatinya kitalah yang
butuh mereka. Ikhwah kitalah yang selalu mengingatkan, menguatkan, dan
mengaitkan satu sama lain demi kemaslahatan dakwah. Jangan sampai pula kita
berpikir untuk sendirian menyusuri jalan ini. Karena keruhnya berkumpul dalam
jamaah dakwah lebih baik daripada kejernihan dalam kesendirian.
Ketiga, Allah SWT memperingatkan para aktifis dakwah untuk tidak
lekang dari dzikir kepada-Nya. Bahwa dalam kebersamaan di jalan dakwah ini juga
ada Rabb yang senantiasa membersamai jikalau kita menghadirkan-Nya dalam
tilawah dan dzikir-dzikir kita. Senantiasa terlafadzkan asmanya dalam sujud
malam dan segala derap langkah perjuangan. Sebagaimana keberlanjutan dakwah,
maka keberlangsungan takwa juga termasuk keniscayaan kita dalam bergerak.
Sungguh indahnya kebersamaan berlandaskan ketakwaan. Sebagaimana Allah
firmankan dalam surah Az-Zukhruf: 67, “Teman-teman akrab pada hari itu
sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang
bertakwa.”
Agar pertemanan kita bertahan lama. Bahkan di hari yang sangat
rentan terjadi permusuhan. Agar kebersamaan kita dalam dakwah tidak hanya untuk
saat ini. Bukan hanya di dakwah kampus. Kita akan bertemu suatu saat nanti di
kerja-kerja dakwah yang lain. Dan kita pun berharap Allah mempertemukan kita di
surga-Nya bersama rekan-rekan seperjuangan yang lain disertai Rasulullah SAW,
para sahabat, dan orang-orang shalih. Allahumma aammiin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar